Penggemar Blog

Jumat, 14 Mei 2010

Sejarah Gedung Negara Grahadi Surabaya


Gedung Negara Grahadi berdiri sejak 1795 pada masa Belanda. Kini, meski usia sudah lebih 2 abad tetap berdiri kukug dan megah.

Terletak dijantung kota Surabaya, tidak jauh dari pusat perbelanjaan Tunjungan Plasa, tepatnya di Jalan Gubernur Suryo wisatawan dapat menjumpai sebuah bangunan megah yang memiliki sejarah pada masa lampau. Gedung ini lebih dikenal dengan sebutan Grahadi karena di dalam gedung ini terdapat sebuah ruang rapat yang bernama Grahadi.

Grahadi berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata Graha berarti Rumah dan Adi berarti derajat yang tinggi. Nama Grahadi mempunyai makna “rumah yang mempunyai nilai atau derajat yang tinggi”. Meskipun dua abad telah berlalu tetapi gedung ini tetap berdiri kokoh dan masih tetap dalam wujud aslinya.

Bagi peminat dan pengagum arsitektur ada pandangan pertama tentu akan terpesona dengan penampilan arsitekturnaya yang khas yakni gaya arsitektur pada waktu pemerintahan Hindia Belanda yang didominasi oleh garis-garis lempang, vertikal dan horizontal dengan perbandingan yang seimbang dan estetis sehingga wajarlah jika gedung ini dikategorikan dalam bentuk bangunan-bangunan monumental yang terkonservasikan dengan baik.

Gedung yang bertingkat dua ini mempunyai luas bangunan induk 2016 m2, bangunan penunjang 4.125,75 m2 dan terletak di atas tanah seluas 16.284 m2. Pada lantai I dalam gedung terbagi menjadi beberapa ruangan antara lain ruang tamu, ruang rapat Muspida Tingkat I Jawa Timur.
Pohon palem tiang bendera dan rumput hijau yang terhampar di halaman menambah pemandangan ini semakin asri.

Gedung yang menyimpan banyak peristiwa bersejarah ini dapat dikunjungi oleh wisatawan mulai hati Senin sampai Kamis pukul 08.00-13.00 WIB,hari Jum’at pukul 08.00-11.00 WIB,hari Sabtu pukul 08.00-12.00, sedangkan hari Minggu ditutup untuk umum. Tiga atau empat hari sebelum dikunjungi wisatawan hendaknya mengirimkan surat pemberitahuan kepada Kepala Bagian Rumah Tangga Biro Umum Setwilda Tk. I Jawa Timur, Jl. Pahlawan 110 Surabaya. Dibelakang gedung mengalir sungai Kali Mas yang digunakan untuk wisata air dengan menggunakan perahu mengikuti arus sungai untuk menikmati sebagian kota Surabaya.
Wisata air ini dibuka untuk umum mulai har Senin sampai hari Jum’at pukul 17.00-19.00 WIB, hari Sabtu pukul 13.00-19.00 WIB,hari Minggu pukul 09.00-19.00 WIB. Di tepi sungai Kali Mas juga terdapat Taman Prestasi dimana anak-anak dapat bermain sambil berekreasi. Taman Prestasi dibuka untuk umum setiap hari pada sore hari.

Konstruksi Bangunan

Gedung yang usianya lebih dua abad ini memang masih tampak kokoh karena selain didukung oleh gaya arsitektur juga didukung oleh konstruksi bangunan yang sangat kuat. Tembok-tembok,dinding ruangan yang luas dan tinggi, baik di lantai I maupun di lantai II semuanya dari batu merah yang besar-besar tanpa dukungan beton dan semen, namun tampak kuat dan kokoh.
Ventilasi dan sirkulasi udara dalam ruangan dengan pintu-pintu dan jendela-jendela yang terbuat dari kayu dan kaca bening yang besar-besar, menjadikan ruangan terasa segar dan terang pada siang hari.

Kayu jati, kecuali untuk kusen pintu dan jendela,juga dipergunakan sebagai bahan baku utama penopang bangunan tingkat I maupun sebagai lantai. Seluruh ruangan ditingkat atas lantainya terbuat dari kayu jati yang tebal sebagai sarana penopang bangunan dipergunakan balok-balok besar dalam ukuran yang panjang. Tangga yang menghubungkan lantai dasar dengan ruangan tingkat I seluruhnya terbuat dari bahan kayu jati yang sampai kini masih asli. Gedung ini juga dilengkapi serambi terbuka(teras) dengan bagian depan bangunan yang atapnya ditopang oleh plar-pilar dalam arsitektur Romawi/Yunani.

Sejarah Gedung Negara

Gedung Negara dibangun pada tahun 1795. Waktu itu penguasa tunggal (Gezaghebber) Belanda, Dirk Van Hogendorp (1794-1798) beranggapan bahwa tempat kediaman resminya di kota bawah, dekat Jembatan Merah, kurang sesuai dengan kedudukannya. Ia memilih sebidang tanah di tepi Kali Mas untuk dibangun sebuah rumah taman yang lebih representatip.
Tanah di Jalan Pemuda yang dulu bernama Simpang, milik seorang Cina yang semula segan menyerahkannya kepada Van Hogendorp, namun menurut cerita ia akhirnya berhasil dipaksa secara halus dengan pernyataan bahwa tanah itu akan “disimpan” baginya. Menurut cerita, pemiliknya hanya diberi ganti rugi segobang (2.5 sen). Dari kata “disimpan” tadi lahirlah kata Simpang.
Van Hogendorp membangun gedung itu dengan biaya 14.000 ringgit. Namun ia menikmati tempat kediaman itu hanya sekitar tiga tahun saja.
Selama ia memangku jabatannya banyak keluhan disampaikan kepada Pemerintah Pusat Hindia Belanda di Batavia(Jakarta), antara lain ia dituduh menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Itulah sebabnya ketika diadakan resepsi Tahun Baru pada tanggal 1 Januari 1798 ia ditangkap dan dikirim ke Batavia. Guberbur Jenderal Belanda Daendels yang terkenal dengan sebutan Toean Besar Goentoer memperbaiki Gedung Grahadi, ia ingin menjadikan gedung itu sebagai suatu Istana.
Disamping itu, juga dibangun sebuah jembatan di atas Kali Mas yang kini mengalir di belakang gedung tersebut. Pada mulanya Gedung ini memang menghadap ke Kali Mas, sehingga pada sore hari penghuninya sambil minum teh dapat melihat perahu-perahu yang menelusuri kali tersebut.
Perahu-perahu itu juga dimanfaatkan sebagai sarana transportasi. Mereka datang dan pergi dengan menggunakan perahu menelusuri Kali Mas. Dalam perkembangan berikutnya gedung yang megah itu juga dipakai untuk tempat bersidang Raad van Justitie(Pengadilan Tinggi), juga dipakai untuk pesta,resepsi dan lain-lain.
Pada tahun 1802 Gedung Grahadi yang semula menghadap utara diubah posisinya menjadi menghadap selatan seperti sekarang ini. Diseberangnya ada taman yang bernama Kroesen(Taman Simpang), yang diambil dari nama Resident J.C. Th. Kroesen (1888-1896).
Di belakang taman itu ada patung Joko Dolog yang berasal dari kerajaan Singosari yang sekarang masih berdiri kokoh. Sejak Indonesia merdeka Gubernur Jawa Timur pertama yang bertempat tinggal di Grahadi ialah R.T. Soerjo(1946-1948) yang patungnya kini tampak diseberang jalan gedung tersebut. Sejak Gubernur Samadikoen(1949-1957) sampai sekarang gedung ini dijadikan Gedung Negara untuk menerima tamu, resepsi, serta pertemuan-pertemuan lain, sedangkan Gubernur sendiri bertempat tinggal di kediaman lain di dalam kota Surabaya.
( Sumber: Diakses dari www.jatimprov.go.id )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda merupakan jalinan persaudaraan.